Pagi yang penuh berkah menyelimuti Masjid Baiturrahman, Genteng, Banyuwangi, saat ratusan jamaah berkumpul untuk melaksanakan Sholat Idul Fitri 1446 H. Kemeriahan Idul Fitri begitu terasa, menandai kemenangan umat Islam setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Dengan semangat kebersamaan, umat Islam dari berbagai lapisan masyarakat datang dengan hati yang bersih, saling bersilaturahmi, dan beribadah bersama dalam nuansa penuh keikhlasan.
Galeri Foto: Sholat Idulfitri 1446 H di Masjid Baiturrahman Genteng, Banyuwangi
Sholat Idul Fitri kali ini dipimpin oleh Baihaqi Baidhowi, S.HI sebagai imam. Dengan bacaan yang tartil dan penuh kekhusyukan, beliau membimbing jamaah dalam setiap gerakan sholat, menciptakan suasana yang syahdu dan menenangkan.
![]() |
M. Iqbal Taufiqurrohman sebagai Bilal Hari Raya Idulfitri 1446 H |
Sementara itu, M. Iqbal Taufiqurrohman bertugas sebagai bilal yang mengumandangkan takbir dengan suara yang menggetarkan hati, mengingatkan jamaah akan kebesaran Allah SWT.
Acara dipandu oleh Bapak Teguh Hariadi selaku Master of Ceremony (MC), yang memastikan jalannya kegiatan berlangsung tertib dan khidmat.
Sebelum khotbah dimulai, perwakilan takmir masjid, H. Abdul Latif, menyampaikan sambutan yang menekankan pentingnya menjaga persaudaraan serta meningkatkan ketakwaan di momen suci ini.
Makna Idul Fitri: Kesetaraan dan Ketakwaan di Hadapan Allah SWT
![]() |
Pak Mukhdor Atim sedang memberikan tausiyah pada momen Sholat Idul Fitri 1446 H di Masjid Besar Baiturrahman Genteng |
Dalam khutbahnya, KH. Mukhdor Atim menyampaikan pesan mendalam tentang makna Idul Fitri sebagai momentum persatuan umat Islam tanpa membedakan status sosial. Beliau menegaskan bahwa di hadapan Allah SWT, yang membedakan manusia hanyalah tingkat ketakwaannya, bukan kekayaan atau jabatan yang dimiliki. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa." ~ (QS. Al-Hujurat: 13)
Selain itu, KH. Mukhdor Atim juga mengingatkan pentingnya kesadaran akan asal-usul penciptaan manusia. Bahwa manusia diciptakan dari tanah, bukan dari api, yang mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati (tawadhu). Kesadaran ini seharusnya menanamkan dalam diri setiap mukmin sifat tidak sombong serta rasa cinta terhadap tanah airnya.
Beliau juga mengingatkan makna lain dari fitrah yang berkaitan dengan agama. Setiap Muslim hendaknya senantiasa menghadapkan dirinya pada Islam sebagai agama yang lurus dan diridhai Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), sesuai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." ~ (QS. Ar-Rum: 30)
Selain itu, beliau juga menyinggung tentang halal bihalal sebagai salah satu cara mempererat ukhuwah Islamiyah. Dengan saling memaafkan, hubungan antar sesama Muslim semakin kuat, menghindarkan perpecahan, dan membawa keberkahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Makna Ketupat dalam Tradisi Idul Fitri
Sebagai bagian dari budaya Nusantara, KH. Mukhdor Atim juga mengulas filosofi ketupat yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Dalam budaya Jawa, setiap nama memiliki arti yang mendalam, termasuk ketupat atau kupat.
Kata ini bukan sekadar nama hidangan khas Lebaran, tetapi juga mengandung filosofi yang sarat makna. Ketupat merupakan singkatan dari Ngaku Lepat (mengakui kesalahan) dan Laku Papat (empat tindakan), yang menjadi refleksi perjalanan spiritual manusia saat merayakan Idul Fitri.
Tradisi Ngaku Lepat tercermin dalam ritual sungkeman. Dalam momen sakral ini, seorang anak dengan penuh kerendahan hati bersimpuh di hadapan orang tua, memohon maaf atas segala kesalahan yang telah diperbuat.
Sungkeman bukan sekadar formalitas, tetapi pelajaran tentang menghormati yang lebih tua, berani mengakui kesalahan, serta merendahkan hati untuk meminta restu dan bimbingan. Di sisi lain, orang tua dengan penuh kasih sayang menerima permohonan maaf itu, mengajarkan bahwa kebesaran hati bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang memaafkan.
Sementara itu, Laku Papat yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga memberikan empat makna dalam ketupat.
- Lebaran: menandai berakhirnya Ramadan dan awal dari kebersihan jiwa.
- Luberan: mengajarkan bahwa keberkahan dan rezeki harus dibagikan kepada sesama, seperti zakat yang menjadi kewajiban untuk membantu mereka yang membutuhkan.
- Leburan: melambangkan pelepasan dosa melalui saling memaafkan, menjadikan hati kembali suci. Terakhir,
- Laburan: berasal dari kata "labur" atau kapur, yang bermakna kesucian, mengingatkan manusia agar senantiasa menjaga kebersihan hati dan niat dalam setiap langkah kehidupannya.
Filosofi ketupat semakin dalam jika kita melihat bahan pembuatannya. Pembungkus dari janur melambangkan cahaya, yang dalam bahasa Arab dikenal sebagai "Ja’a Nur" (telah datang cahaya). Bentuk segi empat ketupat menyerupai hati manusia—saat seseorang mengakui kesalahannya, hatinya akan menjadi bersih, bebas dari iri dan dengki.
Sementara itu, lepet, yang berarti “silep kang rapet” atau menutup rapat, mengingatkan bahwa setelah meminta dan memberi maaf, kesalahan yang telah dihapus tidak boleh diungkit kembali. Seperti lengketnya ketan dalam lepet, persaudaraan pun seharusnya semakin erat, tidak mudah tercerai-berai oleh kesalahpahaman.
KH. Mukhdor Atim menutup khutbahnya dengan mengingatkan bahwa esensi Idul Fitri bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga tentang pengampunan dosa dan peningkatan ketakwaan. Dengan hati yang bersih dan iman yang lebih kuat, umat Islam diharapkan dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik dan senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah SWT.
Setelah sholat dan khutbah selesai, jamaah saling bersalaman, bermaafan, serta merayakan kebersamaan dalam suasana penuh kebahagiaan. Semoga Idul Fitri kali ini membawa berkah dan memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara kita semua.
Baca Juga : Galeri Foto: Hari Raya Idulfitri 1446 H di Masjid Besar Baiturrahman Genteng
Mengabadikan Kebersamaan di Hari Kemenangan
![]() |
Jajaran Takmir Masjid Besar Baiturrahman Genteng usah Sholat Idul Fitri 1446 H di halaman Masjid. |
Setelah rangkaian ibadah usai, para takmir masjid, baik putra maupun putri, berkumpul untuk mengabadikan momen kebersamaan dalam sebuah foto bersama. Wajah-wajah penuh kebahagiaan dan kehangatan tergambar jelas, mencerminkan rasa syukur dan kebersamaan di hari yang fitri.
Tim Multimedia bertugas untuk mendokumentasikan momen spesial ini agar menjadi kenangan indah yang bisa diingat kembali di masa mendatang.
Semoga di tahun-tahun berikutnya, bukan hanya foto-foto menarik yang dapat diabadikan, tetapi juga peningkatan kualitas dan kuantitas program-program masjid yang semakin bermanfaat bagi umat.
Dengan semangat kebersamaan dan ketakwaan, Masjid Baiturrahman diharapkan terus menjadi pusat kegiatan keagamaan yang membawa keberkahan bagi seluruh jamaahnya.
Taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
0 Comments