Senja Ramadan 2025 Hari 17: Rahasia Alam Barzakh

Di dunia ini, selama kita masih hidup semuanya berjalan secara dinamis. Banyak hal yang berubah tergantung ikhtiar dan tawakal kita sebagai manusia. Namun, satu hal yang pasti dan tidak akan berubah, yakni datangnya kematian. Bahwa setiap yang hidup pasti akan mati. Maka mati adalah hal yang pasti terjadi, meski tak seorang pun tahu kapan waktunya. 

Di Senja Ramadan kali ini merupakan pertemuan Ustadz Achmad Zubaidi yang terakhir sebelum tergantikan oleh pemateri lain. Beliau membahas tentang kematian. Topik yang banyak ditakuti oleh manusia namun pasti semua akan merasakannya.

Rahasia Alam Barzakh

Salah satu buku yang pernah admin baca adalah "How To Die" sebuah gagasan filosofis yang berasal dari pemikiran Seneca. Dari buku ini, admin memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kematian. Setidaknya setelah membaca buku ini, admin jadi lebih berpikir tentang "kematian seperti apa yang ingin admin miliki kelak?" Ketakutan akan kematian, perlahan sirna.

Pertanyaan ini, justru mengubah cara hidup admin secara signifikan. Bisa dikatakan bahwa "jawaban dari pertanyaan di atas" merupakan sebuah target yang harus diraih sebelum masuk dalam kehidupan yang kekal. Sebagai contohnya saja, target meninggalnya orang muslim salah satunya pasti mampu mengucap "La illaha illallah" untuk terakhir kali sebelum menutup mata. 

Lantas, bagaimana kita bisa mengucap kata tersebut bila dalam keseharian kita "otak dan mulut" kita tidak pernah mengucapkannya sama sekali. Bisa dibayangkan, apakah kita akan mampu mengucapkannya saat sakaratul maut? 

Kegelisahan inilah yang kemudian mengubah cara pandang admin. Agar bisa secara otomatis otak kita mampu mengingat dan mengucap "La Illaha illallah", maka kita harus menanamkan kalimat tauhid itu dalam alam bawah sadar. Caranya dengan terus menerus mengingat dan mengucapkannya, sehingga bisa menjadi autopilot. Inilah pentingnya kita memahami dan belajar tentang kematian, karena pasti akan kita hadapi kelak. 

Kitab Ar Ruh Karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah

Kematian bukanlah akhir, melainkan gerbang menuju kehidupan berikutnya. Dalam Kitab Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, dijelaskan bahwa ruh tetap memiliki kesadaran setelah berpisah dari jasadnya. 

Ruh orang yang telah meninggal mengetahui siapa yang memandikan, mengkafani, serta menguburkannya. Bahkan, mereka merasakan kedatangan para peziarah yang mendoakan mereka di makam. Ini menunjukkan bahwa kematian bukanlah kehampaan, melainkan perpindahan ke alam lain yang penuh dengan kesadaran spiritual.

Ibnu ‘Abdul Barr berkata: Telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda,

 “Tidak ada seorang muslim pun yang melewati kuburan saudaranya yang dia kenal di dunia, lalu orang itu mengucapkan salam kepadanya, kecuali Allah mengembalikan ruh orang itu hingga dia dapat menjawab salam tersebut kepadanya.”

Inilah dalil yang menunjukkan bahwa orang mati memang mengetahui orang hidup itu secara pasti untuk kemudian dia menjawab salam.

Di dalam dua kitab Sahih diriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah saw. melalui beberapa jalur berbeda, bahwa Rasulullah saw. memerintahkan agar mayat-mayat musuh yang terbunuh di Badar dimasukkan ke dalam sebuah liang. Setelah itu, Rasulullah saw. berdiri di dekat mayat-mayat itu lalu beliau memanggil mereka dengan menyebutkan nama-nama mereka, 

“Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan. Apakah kalian telah menemukan apa yang Tuhan kalian janjikan kepada kalian sebagai kebenaran? Sesungguhnya aku telah menemukan apa yang Tuhanku janjikan kepadaku sebagai kebenaran” 

Kala itu, Umar ra. bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan orang-orang yang sudah menjadi bangkai?”

Rasulullah saw. menjawab, “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan kebenaran, tidaklah kalian lebih mendengar apa yang kukatakan daripada mereka. Hanya saja mereka tidak mampu menjawab.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Telah diriwayatkan pula dari Rasulullah saw., 

“Bahwa mayat dapat mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ketika mereka pulang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. telah menetapkan syariat bagi umat beliau. Jika mereka mengucapkan salam kepada para ahli kubur, hendaklah mereka mengucapkan salam kepada para penghuni kubur itu seperti salam kepada orang yang mereka ajak bicara.

 Jadi, hendaklah seorang pengucap salam berkata, “Assalamu‘alaikum dara qaumin mu-minin” (Keselamatan atas kalian wahai penghuni hunian orang-orang mukmin).

Bentuk ucapan seperti itu merupakan bentuk ucapan yang hanya ditujukan kepada pihak yang dapat mendengar dan berpikir. Kalau tidak seperti itu, pastilah ucapan ini sama seperti ucapan kepada sesuatu yang tidak ada atau kepada benda mati.

Salah satu konsep utama yang dibahas dalam kitab ini adalah perbedaan kondisi ruh antara orang beriman dan orang yang durhaka. 

  • Ruh orang beriman akan mengalami ketenangan dan kenikmatan di alam barzakh, sementara ruh orang yang durhaka akan mengalami kesulitan dan siksa. 
  • Ruh orang beriman akan menerima kabar gembira tentang surga dan diperlihatkan tempatnya di sana, sementara ruh orang durhaka akan diperlihatkan tempatnya di neraka. 
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad ï·º yang menjelaskan tentang ruh yang mendapat nikmat atau azab di alam kubur.

Apakah Ruh Orang Mati Bisa Bertemu Dengan Ruh Orang Hidup?

Selain itu, Ibnul Qayyim juga membahas tentang bagaimana ruh bisa saling berinteraksi. Ruh orang yang telah meninggal dapat bertemu dengan ruh orang lain di alam barzakh, termasuk ruh orang yang masih hidup melalui mimpi. 

Beberapa riwayat menunjukkan bahwa ruh orang yang meninggal dapat berkomunikasi dengan keluarganya dalam mimpi untuk menyampaikan pesan atau meminta doa. Hal ini memperlihatkan adanya keterhubungan antara dunia yang terlihat dan dunia yang tidak kasat mata.

Jadi, ruh orang-orang yang masih hidup memang dapat bertemu dengan arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia, sebagaimana ruh orang-orang yang masih hidup dapat pula bertemu dengan arwah orang-orang yang masih hidup. Allah swt. berfirman,

“Allah mewafatkan jiwa (orang) ketika matinya dan (mewafatkan) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. az-Zumar [39]: 42)

Abu Abdillah bin Mandah berkata: Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim menuturkan kepada kami, Abdullah bin Hasan al-Harani menuturkan kepada kami, “Kakekku Ahmad bin Abu Syu’aib menuturkan kepadaku, Musa bin A’yan menuturkan kepada kami, dari Mutharrif, dari Ja’far bin Abul Mughirah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai ayat tersebut di atas, dia berkata, 

‘Telah sampai riwayat kepadaku bahwa ruh orang-orang yang masih hidup dan arwah orang-orang yang sudah mati dapat bertemu dalam mimpi, lalu mereka saling bertanya. Akan tetapi, Allah menahan ruh orang-orang yang sudah mati dan Dia melepaskan ruh-ruh orang-orang yang masih hidup ke tubuh mereka.’’

Ibnu Abi Hatim berkata dalam tafsirnya: Abdullah bin Sulaiman menuturkan kepada kami, Husein menuturkan kepada kami, ‘Amir menuturkan kepada kami, Asbath menuturkan kepada kami, dari as-Sa’di mengenai firman Allah, “Dan jiwa yang belum mati di dalam tidurnya.” (QS. az-Zumar [39]: 42)

Dia berkata, “Allah mewafatkan jiwa dalam tidurnya, lalu ruh orang yang masih hidup bertemu dengan ruh orang yang sudah mati, sehingga mereka dapat saling mengingatkan dan saling mengenal. Setelah itu, ruh orang yang masih hidup kembali ke dalam jasadnya di dunia sampai kelak ajalnya tiba. Sementara ruh orang yang sudah mati juga ingin untuk kembali ke tubuhnya, tetapi ia ditahan.”

Ini adalah salah satu di antara dua pendapat mengenai ayat tersebut di atas, yaitu bahwa ruh yang dipegang (ditahan) adalah ruh orang yang wafat dalam wafat kematian (wafat al-maut). Sementara ruh yang dilepaskan adalah ruh orang yang wafat dalam wafat tidur (wafat an-naum).

Pengertian berdasarkan pernyataan ini, yaitu bahwa Allah swt. mewafatkan jiwa orang yang sudah mati, lalu dia memegangnya (menahannya) dengan tidak melepaskannya ke dalam tubuhnya sebelum Hari Kiamat. Dan Allah swt. mewafatkan jiwa orang yang sedang tidur, kemudian Dia melepaskannya ke tubuhnya sampai tiba ajalnya. Ketika ajalnya tiba, barulah Allah swt. akan mewafatkannya dengan wafat yang lain (yaitu wafat kematian/wafat al-maut).

Pendapat kedua mengenai ayat di atas, yaitu ruh yang dipegang (ditahan) dan ruh yang dilepaskan dalam ayat tersebut, keduanya merupakan ruh yang mengalami wafat tidur (wafat an-naum). Akan tetapi, bagi ruh yang telah menggenapi ajalnya, maka Allah memegangnya (menahannya) di sisi-Nya dan tidak mengembalikannya ke jasadnya.

Sedangkan ruh yang belum menggenapi ajalnya, Dia kembalikan ruh itu ke tubuhnya untuk menggenapi ajal tersebut.

Syaikhul Islam memilih pendapat ini dan mengatakan bahwa hal ini telah ditunjukkan oleh dalil dari al-Quran dan sunah. Allah swt, telah menyebutkan dipegangnya (ditahannya) ruh yang tiba kematiannya di antara jiwa-jiwa manusia yang Dia wafatkan dalam wafat tidur (wafat an-naum). Adapun ruh yang Dia wafatkan di saat kematiannya, Dia tidak menyebutkan bahwa ruh itu dipegang (ditahan) ataupun dilepaskan. Alih-alih, ruh seperti itu merupakan ruh jenis yang ketiga.”

Kitab Ar-Ruh juga menegaskan pentingnya doa dan amal kebaikan dari orang yang masih hidup bagi mereka yang telah meninggal. Doa anak shalih, sedekah yang diniatkan untuk mereka, serta amal jariyah yang mereka tinggalkan dapat meringankan atau bahkan mengangkat derajat ruh di alam barzakh. Oleh karena itu, dalam Islam, dianjurkan untuk senantiasa mendoakan orang yang telah wafat, karena mereka masih bisa merasakan manfaat dari doa-doa tersebut.

Dengan memahami konsep kematian dalam Kitab Ar-Ruh, kita bisa menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah perjalanan sementara. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang lebih kekal. Oleh sebab itu, mempersiapkan diri dengan amal shalih, meningkatkan keimanan, dan menjaga hubungan baik dengan Allah serta sesama manusia menjadi bekal utama menuju kehidupan setelah kematian.