Senja Ramadan 2025 Hari 22: Dosa, Pengampunan Dan Keutamaan Bersedakah

Genteng - Senja Ramadan Hari 22 kali ini masih diisi oleh Ustadz Ainurraziqin. Beliau kali ini fokus pada kajian tentang dosa, bahwasannya manusia itu tidak ada yang tidak memiliki dosa. Namun ada dosa-dosa yang tetap akan diampuni Allah SWT asalkan kita bertaubat, sementara ada juga dosa yang tidak diampuni Allah SWT. Berikut ulasan lengkapnya.

Senja Ramadan 2025 Hari 22: Dosa, Pengampunan Dan Keutamaan Bersedakah

Dalam kehidupan, manusia tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Namun, Islam mengajarkan bahwa sebesar apa pun dosa seseorang, selama ia tidak mempersekutukan Allah SWT dan bersungguh-sungguh dalam taubatnya, maka Allah akan mengampuninya. Ini adalah salah satu bentuk kasih sayang dan rahmat Allah yang begitu luas bagi hamba-Nya.

Dosa

Ustadz Ainurraziqin memberikan kuliah Senja Ramadan 2025

Akal adalah anugerah besar dari Allah SWT yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, namun jika tidak dikendalikan dengan baik, ia bisa menjadi sumber perbuatan maksiat. Akal memiliki kemampuan untuk membenarkan apa yang diinginkan hawa nafsu, sehingga seseorang bisa terjerumus dalam dosa dengan berbagai alasan yang tampak masuk akal. 

Misalnya, seseorang yang terlalu mengandalkan logika semata dapat mencari-cari pembenaran untuk perbuatan haram, seperti riba atau kedustaan, dengan alasan manfaat duniawi. Inilah yang menyebabkan akal, jika tidak dibimbing dengan wahyu, dapat memperdaya diri manusia dan menjauhkannya dari jalan yang diridai Allah SWT.  

Dalam beribadah, manusia tidak boleh mengandalkan akal semata untuk menimbang nilai pahala dan dosa. Jika seseorang hanya beribadah berdasarkan akal tanpa merujuk kepada syariat, ia bisa terjebak dalam pemahaman yang keliru, seperti menganggap ibadah tertentu lebih baik hanya karena tampak logis menurut pikirannya. 

Padahal, ibadah bukanlah sekadar rasionalitas, tetapi ketaatan kepada Allah SWT berdasarkan petunjuk-Nya dalam Al-Qur'an dan sunnah. Oleh karena itu, akal harus tunduk kepada wahyu, bukan menjadi hakim yang menentukan baik atau buruknya suatu ibadah berdasarkan logika manusia semata.  

Mereka yang terlalu mengandalkan akal tanpa iman sering kali mempertanyakan aturan-aturan agama yang sudah ditetapkan Allah SWT. Mereka mencari celah untuk menggugurkan kewajiban dengan alasan yang tampak rasional, padahal itu hanyalah tipu daya setan yang memperindah kebatilan. 

Akal tanpa bimbingan wahyu bisa menyesatkan dan menjerumuskan seseorang ke dalam maksiat, karena ia hanya mempertimbangkan manfaat duniawi tanpa memikirkan akibat di akhirat. Oleh sebab itu, akal harus selalu dikendalikan oleh iman, agar manusia tidak terperdaya oleh pemikirannya sendiri dan tetap berada di jalan yang lurus menuju ridha Allah SWT.

Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an: “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53). 

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini menggambarkan betapa luasnya rahmat Allah SWT bagi hamba-hamba-Nya yang telah terjerumus dalam dosa, termasuk syirik, pembunuhan, dan perzinaan. Orang-orang yang pernah melakukan dosa besar mendatangi Rasulullah SAW dengan penuh penyesalan dan berharap ada jalan untuk menghapus kesalahan mereka. 

Allah SWT kemudian menurunkan ayat dalam Surah Al-Furqan ayat 68 dan Surah Az-Zumar ayat 53 sebagai jawaban, bahwa pintu taubat masih terbuka bagi siapa saja yang kembali kepada-Nya dengan ikhlas. Hal ini menjadi pelajaran bagi umat Islam bahwa selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk bertobat dan memperoleh ampunan dari Allah, tanpa harus berputus asa atas dosa-dosa yang telah dilakukan.  

Kisah yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu juga menegaskan pentingnya memahami keutamaan rahmat Allah dalam menerima taubat hamba-Nya. Pada awalnya, ada keyakinan di kalangan para sahabat bahwa orang yang telah melakukan fitnah dan kesesatan tidak akan diterima tobatnya. 

Namun, setelah Rasulullah SAW tiba di Madinah, Allah SWT menurunkan firman-Nya dalam Surah Az-Zumar ayat 53, yang menjadi bukti bahwa ampunan-Nya meliputi segala dosa, termasuk dosa besar. Bahkan, Hisyam bin Al-Aash, yang semula kesulitan memahami ayat tersebut, akhirnya diberi pemahaman oleh Allah SWT dan kembali kepada Islam. Ini menunjukkan bahwa hidayah dan ampunan Allah diberikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin kembali kepada-Nya dengan penuh ketulusan.  

Pelajaran utama dari hadis dan ayat-ayat ini adalah bahwa manusia tidak boleh terjebak dalam keputusasaan akibat dosa yang telah mereka lakukan. Setan berusaha membuat manusia berpikir bahwa dosa mereka terlalu besar untuk diampuni, sehingga mereka terus berada dalam maksiat tanpa berusaha kembali kepada Allah. Padahal, Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, yang selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin kembali ke jalan-Nya. 

Namun, ampunan itu tidak datang begitu saja, melainkan harus diiringi dengan usaha nyata, seperti taubat nasuha, doa, dan memperbaiki diri melalui ibadah yang sungguh-sungguh. Allah SWT mengajak setiap hamba-Nya untuk segera kembali kepada-Nya sebelum terlambat, karena kematian adalah batas akhir dari kesempatan untuk bertobat.  

Pengampunan

Syarat utama dari pengampunan ini adalah taubat yang tulus. Taubat sejati harus memenuhi tiga syarat utama: pertama, menyesali dosa yang telah dilakukan; kedua, bertekad untuk tidak mengulanginya; dan ketiga, jika dosa tersebut berkaitan dengan hak manusia lain, maka harus ada upaya untuk memperbaiki atau meminta maaf kepada yang bersangkutan. Dengan taubat yang sungguh-sungguh, seseorang akan kembali kepada fitrahnya yang suci.

Namun, ada satu dosa yang tidak diampuni jika seseorang meninggal tanpa bertaubat darinya, yaitu syirik atau mempersekutukan Allah SWT. 

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا 
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Dari Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik jika seseorang meninggal dalam keadaan demikian, tetapi dosa-dosa selain syirik masih bisa diampuni sesuai dengan kehendak-Nya. Syirik adalah dosa terbesar karena menyamakan makhluk dengan Sang Pencipta yang Mahasempurna dan Mahakaya, sedangkan makhluk adalah lemah dan bergantung kepada-Nya. 

Namun, bagi dosa-dosa selain syirik, Allah telah menetapkan banyak cara pengampunan, seperti amal kebaikan, musibah yang menjadi penghapus dosa, doa dari sesama mukmin, dan syafaat di akhirat. Semua ini adalah bentuk rahmat Allah yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki iman dan tauhid.  

Berbeda dengan dosa lainnya, kesyirikan menutup pintu ampunan dan rahmat bagi pelakunya. Tidak ada manfaat dari amal kebaikan jika seseorang tetap berada dalam kemusyrikan, dan musibah yang menimpanya pun tidak akan menjadi penghapus dosa. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa orang-orang musyrik akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan syafaat dan pertolongan di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam Surah Asy-Syu’ara ayat 100-101. 

Kezaliman terbesar adalah menyamakan makhluk yang serba kekurangan dengan Allah yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Karena itu, Allah telah menetapkan bahwa orang yang mati dalam keadaan syirik akan kekal dalam neraka dan diharamkan masuk surga.  

Namun, ayat-ayat tentang azab bagi orang musyrik tidak berlaku bagi mereka yang bertaubat sebelum ajal menjemput. Allah membuka pintu taubat bagi siapa saja yang kembali kepada-Nya dengan ikhlas, termasuk bagi mereka yang pernah melakukan kesyirikan. 

Dalam Surah Az-Zumar ayat 53, Allah menyeru kepada hamba-hamba-Nya yang telah melampaui batas agar tidak berputus asa dari rahmat-Nya, karena Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Oleh karena itu, siapa pun yang bertaubat dengan sungguh-sungguh akan diampuni, baik dosa syirik maupun dosa-dosa lainnya.  

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Artinya: Dari Anas bin Malik , dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah Tabaraka Wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni untukmu dosa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menghadap-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku, engkau tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku menemuimu dengan ampunan seperti itu." (Hadits shahih riwayat Tirmidzi, no. 3540. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Kisah-kisah dalam Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa banyak orang yang dulunya bergelimang dosa, namun karena taubat mereka yang tulus, Allah mengampuni dan mengangkat derajat mereka. Salah satu contoh adalah kisah seorang pembunuh 100 orang yang akhirnya mendapatkan ampunan Allah karena niatnya untuk bertobat dengan sungguh-sungguh.

Karena itu, tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk berputus asa dari rahmat Allah. Tidak peduli seberapa besar dosa yang telah dilakukan, selama seseorang kembali kepada Allah dengan taubat yang tulus dan menjaga tauhidnya, maka Allah pasti akan mengampuni. Pengampunan Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya yang tak terbatas kepada hamba-Nya.

Keutamaan Bersedekah bagi Umat Muslim

Bersedekah merupakan salah satu amalan utama dalam Islam yang dianjurkan bagi setiap Muslim. Sedekah tidak hanya berupa harta, tetapi juga segala bentuk kebaikan yang diberikan kepada orang lain, seperti senyuman, membantu sesama, atau berbagi ilmu yang bermanfaat. Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka yang bersedekah dengan ikhlas, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: 

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Allah SWT menjelaskan bahwa pahala bagi orang yang berinfak di jalan-Nya akan dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali lipat atau lebih, tergantung pada ketulusan dan niatnya. Perumpamaan ini diibaratkan seperti benih yang tumbuh menjadi tujuh bulir, di mana setiap bulir memiliki seratus biji. 

Ini menegaskan bahwa amal shalih yang dilakukan dengan ikhlas akan berkembang dan berbuah keberkahan, sebagaimana tanaman yang tumbuh di tanah subur. Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadis bahwa sedekah yang dilakukan di jalan Allah akan mendapatkan balasan berlipat ganda, sebagaimana seseorang yang menyedekahkan seekor unta akan mendapatkan tujuh ratus unta di akhirat.  

Selain itu, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa setiap amal manusia akan dilipatgandakan, kecuali puasa yang hanya Allah sendiri yang akan membalasnya. Puasa memiliki keistimewaan karena dilakukan dengan menahan diri demi Allah, sehingga pahalanya tidak terbatas. 

Kebahagiaan bagi orang yang berpuasa tidak hanya dirasakan di dunia saat berbuka, tetapi juga saat bertemu dengan Allah di akhirat. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapatkan pahala besar sesuai dengan ketulusan amalnya.

Selain mendapatkan pahala berlipat, sedekah juga menjadi sarana pembersih harta dan jiwa. Rasulullah SAW bersabda:

الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطَايَا كَمَا يُطْفِىءُ الْمَاءُ النَّارَ 

Sedekah itu menghapus kesalahan seperti air memadamkan api. (HR Tirmidzi)

Dengan bersedekah, seseorang akan terhindar dari sifat kikir dan tamak, serta lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Bahkan, sedekah bisa menjadi sebab turunnya rezeki dan keberkahan dalam hidup, sebagaimana janji Allah dalam QS. Saba’ ayat 39: 

قُلْ إِنَّ رَبِّى يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ لَهُۥ ۚ وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.

Allah SWT menegaskan bahwa Dia-lah yang melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu, seseorang tidak perlu khawatir bahwa berinfak akan mengurangi hartanya. Sebaliknya, Allah menjamin bahwa setiap nafkah yang diberikan, baik yang wajib maupun sunnah, akan diganti dengan rezeki yang lebih baik.  

Allah juga mengingatkan bahwa Dia adalah sebaik-baik Pemberi rezeki, sehingga manusia harus selalu meminta kepada-Nya dan berusaha dengan cara yang benar. Infak bukanlah penyebab berkurangnya harta, melainkan jalan untuk mendapatkan keberkahan dan rezeki yang lebih luas sesuai dengan janji Allah.

Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang senantiasa bertaubat dan mendapatkan ampunan Allah, serta selalu bersyukur terhadap apapun yang telah Allah berikan. Amin, Allahumma Amin.

Referensi:

  1. Al-Qur’an Surah Az-Zumar ayat 53
  2. Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 48
  3. QS. Saba’ ayat 39
  4. Hadits riwayat Tirmidzi