Senja Ramadan 2025 Hari 25: Keutamaan Wudhu, Menghapus Dosa dan Menyempurnakan Ibadah

Dalam kajian Senja Ramadan ke-25, Gus Ulul Absor mengupas secara mendalam tentang wudhu, bukan sekadar sebagai syarat sah shalat saja, tetapi juga sebagai sarana penyucian diri yang penuh hikmah. Tak hanya itu. wudhu bukan sekadar ritual bersuci sebelum shalat, tetapi juga memiliki keutamaan yang luar biasa dalam kehidupan seorang Muslim.

Senja Ramadan 2025 Hari 25: Keutamaan Wudhu, Menghapus Dosa dan Menyempurnakan Ibadah

Wudhu merupakan perisai dari godaan setan dan sarana memperoleh keberkahan dalam ibadah. Dengan memahami keutamaannya, seorang Muslim akan lebih bersemangat untuk menjaga wudhunya, bukan hanya sebagai syarat sah shalat, tetapi juga sebagai jalan menuju kesucian lahir dan batin. 

Dalam berbagai hadis,   Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa wudhu dapat menghapus dosa-dosa kecil, menyucikan hati, serta menjadi cahaya bagi orang yang menjaganya.

Sebagaimana sabdanya: "Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki bercahaya karena bekas wudhu." (HR. Muslim). 

Hadis ini menggambarkan keutamaan wudhu yang tidak hanya berdampak pada kebersihan fisik, tetapi juga memberikan cahaya khusus bagi seorang Muslim di hari kiamat. Dalam riwayat ini, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa anggota tubuh yang terkena air wudhu akan bersinar sebagai tanda kemuliaan bagi mereka yang senantiasa menjaga kesuciannya. 

Cahaya tersebut menjadi bukti nyata bahwa orang-orang yang selalu berwudhu dengan ikhlas dan sempurna mendapatkan kehormatan khusus di hadapan Allah ﷻ. Ini menunjukkan bahwa wudhu bukan hanya syarat ibadah, tetapi juga simbol kesucian dan ketakwaan yang akan membawa manfaat hingga akhirat.  

Lebih dari sekadar pembersihan lahiriah, hadis ini juga mengajarkan bahwa wudhu memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Cahaya yang dimaksud dalam hadis ini bukan sekadar metafora, tetapi benar-benar akan tampak sebagai tanda keistimewaan bagi umat Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, menjaga wudhu dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ketika tidak sedang shalat, menjadi salah satu amalan yang sangat dianjurkan. 

Para ulama menafsirkan bahwa semakin seseorang menjaga kesucian dengan wudhu, semakin kuat pula pancaran cahaya tersebut kelak di akhirat, sebagai bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batinnya.

Rukun Wudhu

Gus Ulul Absor menjelaskan bahwa wudhu bukan sekadar membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa wudhu adalah bentuk penyucian lahir dan batin. Ia menjelaskan bahwa air wudhu yang mengalir di wajah, tangan, kepala, dan kaki adalah simbol dari pembersihan hati dari sifat-sifat tercela seperti kesombongan, dengki, dan kelalaian.  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. ~ (QS. Al-Maidah: 6)

Wudhu sebagai syarat sah shalat memiliki enam rukun fardhu yang harus dipenuhi agar ibadah menjadi sempurna. Keenam rukun ini bukan sekadar rangkaian gerakan, tetapi juga memiliki makna mendalam yang mencerminkan kesucian lahir dan batin seorang Muslim. Tanpa memenuhi keenam hal ini, wudhu dianggap tidak sah, sehingga tidak dapat menjadi sarana penyucian sebelum beribadah. 

  1. Niat, yang menjadi inti dari setiap ibadah dalam Islam. Niat berwudhu harus diikrarkan dalam hati saat memulai wudhu, karena tanpa niat, seseorang hanya sekadar membasuh anggota tubuh tanpa makna ibadah. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu' menegaskan bahwa niat dalam wudhu membedakannya dari sekadar aktivitas membersihkan diri. Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari & Muslim).
  2. Membasuh wajah secara sempurna, termasuk membasahi seluruh bagian dari dahi hingga dagu dan dari telinga kanan hingga kiri. Dimulai dari tumbuhnya rambut hingga pelipis. Usahakan membasuhnya melebih dari apa yang diharuskan. Wajah adalah cerminan diri seseorang, dan membasuhnya dalam wudhu melambangkan pembersihan lahiriah serta spiritual. Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyebut bahwa membasuh wajah juga mengingatkan seorang hamba akan pentingnya menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
  3. Membasuh kedua tangan hingga siku, yang mengajarkan pentingnya kebersihan dalam bertindak. Tangan adalah anggota tubuh yang sering digunakan dalam berbagai aktivitas, sehingga dengan membasuhnya, seseorang diingatkan untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an: "Basuhlah tanganmu sampai dengan siku..." (QS. Al-Maidah: 6). Dimulai dari ujung jari hingga ke siku (melebihnya lebih bagus).
  4. Mengusap sebagian kepala, yang menjadi simbol penyegaran pikiran dan pemurnian niat. Mengusap kepala dalam wudhu bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga memiliki makna bahwa seorang Muslim harus selalu menjaga kejernihan pikirannya dan menjauhi bisikan-bisikan yang dapat menjauhkannya dari Allah ﷻ. Perlu dipahami bahwa mengusap dan membasuh itu dua hal yang berbeda. Membasuh artinya mengaliri air. Sementara mengusap artinya cukup membasahinya saja.
  5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki, yang melambangkan kesiapan seseorang untuk berjalan di jalan yang benar. Kaki adalah alat perjalanan, dan dengan membasuhnya, seseorang berkomitmen untuk melangkah di jalan kebaikan serta menjauhi kemaksiatan. Rasulullah ﷺ pernah memperingatkan agar jangan sampai ada bagian tubuh yang kering saat wudhu, sebagaimana sabdanya: "Celakalah bagi tumit-tumit yang tidak terkena air wudhu dari api neraka." (HR. Muslim).  Harus melebihi mata kaki.
  6. Tertib, yaitu melakukan seluruh rukun wudhu secara berurutan sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah ﷺ. Tertib menunjukkan keteraturan dalam beribadah dan pentingnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh syariat. Imam As-Syafi’i menekankan bahwa wudhu yang dilakukan secara tertib adalah cerminan dari disiplin seorang Muslim dalam beribadah dan kehidupannya.  

Dengan memahami dan mengamalkan keenam rukun fardhu ini, seorang Muslim tidak hanya memastikan sahnya wudhu, tetapi juga mendapatkan keberkahan serta hikmah yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Wudhu yang dilakukan dengan sempurna akan menjadi cahaya di dunia dan akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: "Umatku akan datang pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki bercahaya karena bekas wudhu." (HR. Muslim).

Sunah-Sunah Wudhu

Lebih lanjut, pandangan Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu' yang menyebutkan bahwa ada tiga tingkatan wudhu: pertama, sekadar membasuh anggota wudhu secara sah; kedua, menyempurnakannya dengan sunah-sunah seperti berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung); dan ketiga, menghadirkan hati serta merenungi makna spiritual wudhu.  

Dalam kajian ini, beliau juga menyoroti bagaimana wudhu dapat menjadi perisai dari godaan setan. Sebagaimana hadis Nabi ﷺ:  

“Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, dan setan diciptakan dari api. Sedangkan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka jika salah seorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud)  

Wudhu tidak hanya dipahami sebagai syarat sah shalat, tetapi juga sebagai amalan yang dapat menjaga kesucian diri sepanjang hari. Oleh karena itu, Gus Ulul Absor mengingatkan bahwa memperbanyak wudhu, bahkan dalam keadaan tidak hendak shalat, merupakan kebiasaan yang dianjurkan sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.  

Adapun 10 sunnah dalam wudhu sebagai berikut: 

  1. Membaca Basmalah: Sebelum memulai wudhu, disunnahkan untuk membaca **"Bismillah"** sebagai bentuk mengingat Allah dalam setiap ibadah.  
  2. Membasuh Kedua Tangan: Sebelum memasukkan tangan ke dalam bejana atau mulai membasuh wajah, disunnahkan mencuci kedua tangan hingga pergelangan sebanyak tiga kali.
  3. Berkumur-kumur: Sunnah berkumur-kumur untuk membersihkan mulut dari sisa makanan dan menjaga kebersihan rongga mulut. Namun, saat puasa, disarankan tidak berlebihan agar air tidak tertelan.  
  4. Mengusap Keseluruhan Kepala: Meskipun dalam wudhu wajib mengusap sebagian kepala, disunnahkan mengusap seluruh kepala agar mendapatkan keutamaan yang lebih besar.  
  5. Menyeka Jenggot yang Tebal: Bagi laki-laki yang memiliki jenggot tebal, disunnahkan menyela-nyela jenggot dengan jari yang basah agar air meresap ke bagian dalamnya.  
  6. Membersihkan Sela-sela Jari Kaki dan Tangan: Sunnah untuk menyela-nyela jari kaki dan tangan dengan menggunakan jari tangan agar air dapat merata.  
  7. Mendahulukan Anggota yang Kanan daripada Kiri: Dalam Islam, dianjurkan untuk memulai dari anggota tubuh sebelah kanan sebelum kiri, misalnya membasuh tangan kanan sebelum tangan kiri, kaki kanan sebelum kaki kiri. 
  8. Setiap Basuhan Dilakukan Tiga Kali: Sunnah mengulangi setiap basuhan hingga tiga kali kecuali mengusap kepala yang cukup satu kali, sesuai dengan kebiasaan Rasulullah ﷺ.  
  9. Menghirup Air ke dalam Hidung (Istinsyaq): Disunnahkan untuk menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya kembali (istintsar) guna membersihkan rongga hidung.  
  10. Membasuh Telinga: Setelah mengusap kepala, disunnahkan untuk membasuh telinga bagian dalam dan luar dengan air menggunakan jari telunjuk dan ibu jari.  

Mengamalkan sunnah-sunnah dalam wudhu dapat menyempurnakan ibadah dan meningkatkan pahala. Sunnah-sunnah ini tidak hanya bertujuan untuk kebersihan fisik tetapi juga sebagai bentuk meneladani Rasulullah ﷺ dalam berwudhu. 

Dengan memperhatikan sunnah seperti membaca basmalah, mendahulukan anggota tubuh yang kanan, serta melakukan setiap basuhan tiga kali, seseorang dapat memperoleh kesempurnaan dalam bersuci. Selain itu, sunnah ini juga mengajarkan ketelitian, kebersihan, dan disiplin dalam setiap aspek kehidupan seorang Muslim.

Perkara Membatalkan Wudhu

Menutup kajian, beliau mengajak untuk merenungi bagaimana wudhu menjadi simbol kesiapan seorang Muslim dalam menghadapi kehidupan. Dengan menjaga wudhu, seseorang tidak hanya membersihkan diri secara fisik tetapi juga memperindah akhlaknya. Dari Utsman bin Affan rodhiyallohu’anhu dia berkata: Rasululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim)

 Adapun beberapa perkara yang bisa membatalkan wudhu adalah berikut ini: 

  1. Keluarnya Sesuatu dari Qubul dan Dubur: Segala sesuatu yang keluar dari saluran depan (qubul) dan belakang (dubur), seperti air kencing, buang air besar, dan kentut, membatalkan wudhu berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ.  
  2. Bersentuhan Kulit dengan Lawan Jenis: Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram membatalkan wudhu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini membatalkan wudhu, sementara yang lain berpendapat sebaliknya.  
  3. Hilang Kesadaran: Hilangnya kesadaran akibat pingsan, mabuk, atau gangguan mental membatalkan wudhu. Namun, kantuk ringan yang masih memungkinkan seseorang merasakan sekelilingnya tidak membatalkan wudhu.  
  4. Menyentuh Kemaluan: Menyentuh kemaluan secara langsung tanpa penghalang membatalkan wudhu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi ﷺ. Oleh karena itu, seseorang dianjurkan untuk berwudhu kembali setelah menyentuh kemaluannya.  
  5. Tidur Lelap: Tidur dalam posisi yang memungkinkan angin keluar, seperti berbaring atau duduk miring, membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan hadits yang menyamakan tidur dengan kondisi buang air besar dan kecil. Namun, jika seseorang tidur dalam posisi duduk tegak tanpa kehilangan kesadaran penuh, wudhunya tetap sah.  
  6. Murtad (Keluar dari Islam): Jika seseorang keluar dari Islam (murtad), maka seluruh ibadahnya, termasuk wudhunya, menjadi batal. Jika ingin kembali beribadah, ia harus bertobat dan bersyahadat sebelum melaksanakan wudhu dan ibadah lainnya. 

Wudhu dapat batal karena berbagai sebab yang berkaitan dengan keluarnya hadats kecil, hilangnya kesadaran, atau kondisi tertentu yang disepakati para ulama. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami hal-hal yang membatalkan wudhu agar dapat menjaga kesucian sebelum melaksanakan ibadah. 

Selain itu, meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa hal, prinsip dasarnya tetap bahwa kebersihan dan kesadaran dalam beribadah adalah kunci utama dalam menjaga sahnya wudhu dan ibadah yang mengikutinya.

Kajian Senja Ramadan ke-25 bersama Gus Ulul Absor ini mengajarkan bahwa wudhu bukan hanya ritual, tetapi juga sarana transformasi diri. Dengan memahami makna wudhu yang lebih dalam, seorang Muslim akan lebih sadar bahwa kebersihan lahir dan batin adalah kunci untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.  

Referensi:  

  • Al-Qur'an, Surat Al-Maidah: 6  
  • Muslim, Shahih Muslim, Hadis No. 245  
  • Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin
  • An-Nawawi, Al-Majmu' 
  • Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Hadis No. 4788  
  • Malik, Al-Muwatta’, Hadis No. 30