Memasuki Minggu akhir sebelum Idul Fitri, Senja Ramadan kali ini diisi oleh pemateri yang berbeda dari sebelumnya. Jika biasanya setiap Ustadz memberikan materinya dalam 2- 3 hari, Ustadz Abidzar kemarin hanya memberikan kuliah dalam satu hari saja. Hari ke 28 ini, Ustadz Muhajir lah yang akan memberikan materi kuliah tentang fungsi dan hakikat Zakat dalam kehidupan kita.
Senja Ramadan 2025 Hari 28: Zakat Untuk Menyucikan Harta dan Jiwa
Bulan Ramadan merupakan waktu yang istimewa bagi umat Islam untuk meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal kebajikan. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam bulan ini adalah zakat. Zakat bukan sekadar kewajiban bagi umat Islam yang mampu, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial yang mencerminkan keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat.Dalam berbagai kitab fikih seperti Fathul Mu’in dan kajian tasawuf dalam Ihya Ulumuddin, zakat memiliki peran yang sangat besar, tidak hanya sebagai ibadah tetapi juga sebagai sarana penyucian jiwa dan kesejahteraan ekonomi umat.
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَArab-Latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka'ụ ma'ar-rāki'īn"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'."
Terjemahan tafsir as Sa'di tentang ayat ini (QS. Al-Baqarah: 43) menekankan pentingnya menunaikan shalat dengan lahir dan batin, menunjukkan bahwa ibadah bukan sekadar gerakan fisik tetapi juga harus disertai dengan kekhusyukan hati.
Selain itu, kewajiban menunaikan zakat menegaskan bahwa seorang Muslim tidak hanya harus menjaga hubungan dengan Allah (hablum minallah) melalui shalat, tetapi juga menjaga hubungan sosial (hablum minannas) dengan berbagi rezeki kepada mereka yang berhak.
Frasa "Dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk" menunjukkan anjuran untuk melaksanakan shalat berjamaah dan menegaskan bahwa rukuk adalah salah satu rukun shalat yang wajib. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan keseimbangan antara ibadah individu dan kepedulian sosial dalam Islam.
Zakat Sebagai Penyucian Harta dan Jiwa
![]() |
Ustadz Muhajir mengisi kuliah di program Senja Ramadan 1446 H |
Ustadz Muhajir menegaskan bahwa dalam Islam, harta bukanlah sekadar alat pemuas kebutuhan duniawi, tetapi juga amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan benar. Zakat berfungsi sebagai penyuci harta dari hak orang lain yang melekat padanya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa harta yang tidak dikeluarkan zakatnya dapat menjadi sumber kehancuran spiritual bagi pemiliknya.
Keserakahan dan ketamakan terhadap dunia sering kali menjauhkan seseorang dari Allah dan membuatnya lupa akan hak sesama. Oleh karena itu, zakat mengajarkan pemilik harta untuk melepaskan diri dari kecintaan berlebihan terhadap dunia dan menggantinya dengan sikap dermawan serta kepedulian terhadap sesama.
Dalam Ihya Ulumuddin ada 6 jenis zakat, yakni zakat ternak, zakat emas dan perak, zakattijarah (perniagaan), zakat rikaz (zakat yang diperoleh dari simpanan orang yang terdahulu) dan madin (zakat yang keluardari pertambangan), zakat harta (sepersepuluh daripadanya) dan zakat fitrah.
Kitab Fathul Mu’in menjelaskan zakat sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat, baik dari segi nisab (batas minimal kepemilikan harta) maupun haul (masa kepemilikan selama satu tahun). Zakat tidak hanya berlaku untuk emas dan perak, tetapi juga mencakup pertanian, perdagangan, dan ternak.
Kitab Fathul Mu’in menjelaskan zakat sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat, baik dari segi nisab (batas minimal kepemilikan harta) maupun haul (masa kepemilikan selama satu tahun). Zakat tidak hanya berlaku untuk emas dan perak, tetapi juga mencakup pertanian, perdagangan, dan ternak.
Setidaknya ada 4 jenis zakat yang dibahas di kitab Fathul Mu'in yakni:
- Zakat Mal (meliputi emas, perak, ternak, hasil pertanian, dan barang dagangan).
- Zakat Fitrah (meskipun hanya disebutkan secara tersirat).
- Zakat atas Perhiasan (tergantung niat pemakaian).
- Zakat atas Wakaf dan Harta Baitulmal (tergantung status kepemilikan).
Dalam pandangan fikih, zakat adalah bentuk ibadah yang memiliki konsekuensi hukum dunia dan akhirat. Barang siapa yang mengabaikannya, maka ia berdosa dan dapat dikenai sanksi dalam Islam. Sebaliknya, mereka yang menunaikan zakat dengan ikhlas akan mendapatkan keberkahan dalam hartanya serta pahala yang besar di sisi Allah.
Zakat Sebagai Pilar Kesejahteraan Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi Islam, zakat memiliki peran strategis dalam menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Dalam sejarah Islam, zakat telah terbukti menjadi solusi efektif dalam mengatasi kemiskinan.Salah satu contoh paling nyata adalah pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana sistem zakat dikelola dengan baik sehingga hampir tidak ditemukan orang miskin yang berhak menerima zakat. \
Zakat tidak hanya membantu individu yang membutuhkan, tetapi juga mendorong perputaran ekonomi yang sehat, di mana kekayaan tidak hanya terakumulasi pada segelintir orang, melainkan tersebar merata di tengah masyarakat.
Dampak Psikologis dan Spiritual dari Zakat
Zakat tidak hanya berdampak pada kesejahteraan sosial, tetapi juga memberikan ketenangan jiwa bagi orang yang menunaikannya. Dalam Islam, memberi bukan hanya tentang materi, tetapi juga tentang menyucikan hati dari sifat kikir dan tamak. Seseorang yang terbiasa menunaikan zakat akan merasakan ketenangan batin karena telah menunaikan hak orang lain yang ada dalam hartanya.Selain itu, zakat mengajarkan rasa empati yang mendalam, di mana seorang Muslim belajar untuk merasakan penderitaan orang lain dan berusaha meringankan beban mereka. Hal ini sejalan dengan konsep kebahagiaan dalam psikologi, di mana memberi dan berbagi terbukti dapat meningkatkan rasa kepuasan dan kesejahteraan emosional.
Islam menekankan bahwa harta adalah titipan Allah yang harus dikelola dengan bijaksana. Dengan adanya zakat, Islam membangun sistem distribusi kekayaan yang adil, di mana yang kaya tidak terus menumpuk kekayaan tanpa berbagi dengan yang kurang mampu.
Islam menekankan bahwa harta adalah titipan Allah yang harus dikelola dengan bijaksana. Dengan adanya zakat, Islam membangun sistem distribusi kekayaan yang adil, di mana yang kaya tidak terus menumpuk kekayaan tanpa berbagi dengan yang kurang mampu.
Dalam ekonomi konvensional, ketimpangan sering kali terjadi karena sistem yang tidak mengatur distribusi kekayaan dengan baik. Berbeda dengan pajak dalam sistem modern, zakat memiliki dimensi spiritual yang lebih dalam, di mana seseorang yang menunaikannya dengan penuh keikhlasan akan mendapatkan keberkahan dan ketenangan jiwa.
Relevansi Zakat di Era Modern
Di era digital, zakat semakin mudah diakses dan dikelola melalui berbagai platform daring. Lembaga zakat kini menggunakan teknologi untuk meningkatkan transparansi dalam pengumpulan dan distribusi dana, sehingga lebih banyak orang dapat berpartisipasi dalam ibadah ini tanpa hambatan geografis. Dengan sistem yang lebih modern, zakat bisa semakin efektif dalam membantu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat Islam secara global.
Zakat bukan hanya sekadar kewajiban dalam Islam, tetapi juga memiliki dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan. Dari sisi spiritual, zakat adalah bentuk penyucian jiwa yang mengajarkan keikhlasan dan kepedulian. Dari perspektif ekonomi, zakat berperan dalam menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi kemiskinan.
Zakat bukan hanya sekadar kewajiban dalam Islam, tetapi juga memiliki dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan. Dari sisi spiritual, zakat adalah bentuk penyucian jiwa yang mengajarkan keikhlasan dan kepedulian. Dari perspektif ekonomi, zakat berperan dalam menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi kemiskinan.
Sementara dari sisi psikologi, zakat memberikan ketenangan batin dan meningkatkan kebahagiaan melalui berbagi dengan sesama. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita tidak hanya perlu memahami hukum zakat, tetapi juga menghayati nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dan mengamalkannya dengan penuh keikhlasan.
0 Comments