Memasuki awal fase kedua dalam bulan Ramadan ini, kita akan merasakan banyaknya maghfirah Allah SWT atau masa-masa penuh pengampunan dari Allah SWT. Hari ini, kuliah tentang Senja Ramadan diisi oleh ulama yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini kita akan membahas tentang keilmuan yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Endy Fadlulah M.Fil.I yang merupakan seorang akademisi bidang filsafat Islam.

Senja Ramadan Hari 9: Keistimewaan Puasa 

Dr, Muhammad Endy Fadlulah, M.Fil.I memberikan kuliah Senja Ramadan Ke 9 di Masjid Baiturrahman Genteng

Setelah kemarin kita menikmati kuliah dari Ustadz Ulul Absor, kali ini kita memiliki nara sumber keilmuan yang berbeda. Beliau adalah Dr, Endy Fadlulah. Pada kesempatan ini, beliau memberikan banyak ilmu dari berbagai sumber, di antaranya dari Mukhratul Hadist dan Ihya Ulumudin karya Imam Al Ghazali.

3 Fase Ramadan

Mengawali kajiannya, beliau menyampaikan tentang 3 fase yang ada di dalam bulan Ramadan. Dalam sebuah hadist terdapat sebuah riwayat:
 
فقد روي من حديث سلمان: وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار. رواه ابن خزيمة في صحيحه 1887 وقال: إن صح. والبيهقي في شعب الإيمان:

Artinya: Telah diriwayatkan dari Salman bahwa Ramadhan adalah bulan yang awalnya penuh rahmat, DI pertengahannya penuh ampunan dan fase terakhirnya pembebasan dari api neraka. (HR Al Baihaqi dalam Syu'bul Iman).
 
أبي هريرة : أول شهر رمضان رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار. رواه ابن أبي الدنيا والخطيب وابن عساكر.

Artinya: Dari Abu Hurariah, Ramadhan itu adalah bulan yang awalnya penuh dengan rahmat. Di pertengahannya penuh dengan ampunan. Dan, di ujungnya pembebasan dari api neraka.” (HR Ibnu Abi Dunya dan Ibnu 'Asakir) i

3 Fase Ramadan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
  • 10 hari pertama adalah fase kasih sayang artinya orang yang menjalankan ibadah puasa maka—In Shaa Allah—ia akan dilimpahi kasih sayang oleh Allah SWT.
  • 10 hari kedua adalah fase di mana setiap orang akan diberikan maghfirah atau ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
  • 10 hari terakhir adalah fase manusia terbebas dari api neraka (asalkan niatnya karena Lilahi Ta’ala)

Dalam QS. Al Baqarah Ayat 183, Allah berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Kata “diwajibkan” seolah tidak terihat sebagai bentuk kewajiban, karena tidak ada "subyek” tentang siapa yang mewajibkan kita untuk puasa. Dalam hal ini yang mewajibkan manusia beriman untuk berpuasa adalah “Allah SWT.”

Poin ini menjadi sangat penting bagi kita umat muslim, karena “perintah puasa” yang kita jalani merupakan perintah langsung dari Allah SWT melalui Kalamullah-Nya, yakni Al Quran. Aspek inilah yang membedakan perintah puasa yang dijalani umat terdahulu dengan umat Rasulullah.

Perintah Puasa  

Perintah puasa yang dilakukan oleh umat ahli kitab disampaikan oleh para Nabi dan Rasul-Nya. Sementara kita, langsung menjalankan perintah dari Allah SWT. Itulah mengapa, pahala puasa akan kita dapatkan langsung dari Allah SWT 1

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.” ~ Al-Baqarah [2]:185

Dari sumber Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia menyampaikan bahwa:

Puasa di bulan Ramadan memiliki hubungan yang erat dengan Al-Qur’an, karena bulan ini adalah waktu diturunkannya kitab suci tersebut sebagai petunjuk bagi umat manusia. Selain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, puasa juga menjadi sarana untuk membersihkan hati dan pikiran, sehingga seseorang lebih mudah menerima hidayah dan memahami makna Al-Qur’an. 

Para salafus shalih telah menyadari keistimewaan ini, sehingga mereka tidak hanya berpuasa tetapi juga mengisi siang dan malamnya dengan membaca serta mentadabburi Al-Qur’an. Dengan demikian, Ramadan bukan hanya bulan puasa, tetapi juga bulan Al-Qur’an, di mana umat Islam dianjurkan untuk semakin mempererat hubungan dengan kitab suci sebagai sumber petunjuk dan cahaya kehidupan.

Dalam kondisi dunia yang penuh dengan fitnah dan kesesatan, Al-Qur’an menjadi satu-satunya pegangan yang dapat membimbing umat menuju kebenaran. Allah telah menegaskan bahwa puasa Ramadan tidaklah dimaksudkan untuk menyulitkan hamba-Nya, tetapi justru sebagai sarana untuk memperoleh kemudahan dan keberkahan hidup. 

Hidayah yang diberikan Allah mencakup ilmu dan amal, dan orang yang menyempurnakan puasanya akan mendapatkan anugerah ini. Oleh karena itu, menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan memperbanyak interaksi dengan Al-Qur’an adalah bentuk rasa syukur atas petunjuk yang diberikan Allah, yang pada akhirnya akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sementara itu, Rasulullah bersabda bahwa puasa bulan ramadan merupakan salah satu amalan agar dosa-dosa kita terdahulu diampuni oleh Allah SWT. Beliau bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” ~ HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760, dari Abu Hurairah). iii

Kalimat atas dasar “iman” dan “mengharap pahala dari Allah” merupakan aspek penting agar dosa-dosa kita yang telah lalu diampuni Allah SWT. Menurut Dr. Endy, niat puasa amatlah penting untuk diterapkan. Terlebih jika kita ingin terlahir menjadi manusia yang kembali ke fitrahnya setelah berpuasa. Namun, ada dua niat yang hanya bisa menghapuskan dosa kita, yakni niat karena Allah atau niat karena ingin mendapatkan pahala dari Allah.

Berdasarkan kuliah dari Dr. Endy, puasa adalah amalan yang sangat istimewa karena di antara amalan yang lainnya, puasa merupakan satu-satunya amalan yang tersembunyi. Karena yang mengetahui keikhlasan dan ketulusan dalam niat kita berpuasa hanyalah Allah dan kita saja. Keistimewaan lainnya tentu, balasan atas puasa yang kita lakukan, datangnya langsung dari Allah SWT.

Tak hanya itu, melalui aktivitas sahur dan buka puasa, kita juga akan memanen Rahmat-Nya Allah SWT. Karena di kedua waktu tersebut kita akan mendapatkan banyak barokah, di antaranya doa dari ribuan malaikat untuk orang-orang yang berpuasa.

Agar barokah ini optimal kita juga harus paham kapan waktu terbaik untuk berbuka dan sahur. Buka puasa adalah disunnahkan untuk didahulukan, baru kemudian melakukan ibadah lainnya. Sementara saat sahur, justru sebaliknya. Kita disunnahkan untuk sahur dipaling akhir dari rangkaian ibadah yang dilakukan pada malam hari.

Ketahuilah, bahwa setiap ibadah yang diperintahkan Allah SWT “bertabrakan” atau bersinggungan dengan sunatulah [kodrat], maka pahalanya besar. Misalnya manusia itu sunatullah-nya diwajibkan makan dan minum setiap hari untuk hidup, tapi kok Allah memerintahkan kita secara langsung untuk “berpuasa”, maka jika kita menjalaninya, pahalanya lebih besar.

Contoh lain adalah apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim, di mana beliau diperintahkan untuk mengorbankannya Nabi Ismail, padahal Nabi Ismail untuk merupakan putra yang diidam-idamkannya. Namun, karena Nabi Ibrahim bertakwa, maka beliau pun menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Setelahnya, Nabi Ibrahim mendapatkan keturunan yang banyak dan sholeh. Bahkan diberi julukan sebagai Khalilullah (kekasih Allah), Abul Anbiya (bapak para nabi), dan Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki keteguhan hati), serta gelar-gelar yang lainnya.

Ramadan merupakan bulan khusus yang bukan hanya diperuntukkan bagi kita untuk berpuasa, tetapi juga zakatul badan atau untuk menyucikan jasmani (detox). Itulah sebabnya, di bulan ini kita dianjurkan untuk maksimal dalam menjalaninya, sehingga aktivitas “akhirat” kita lebih banyak dan berkualitas dibandingkan bulan-bulan lainnya. Dengan begitu, di bulan suci ini bukan hanya jasmani kita yang semakin sehat tetapi juga spiritualitas kita yang semakin meningkat.


Referensi:

  • i Marzuki, Kastolani. 3 Fase di Bulan Ramadhan Menurut Hadits: Rahmat, Ampunan hingga Pembebasan Api Neraka. 2025. Diakses pada 9 Maret 2025 dari https://www.inews.id/lifestyle/muslim/3-fase-di-bulan-ramadhan-menurut-hadits-rahmat-ampunan-hingga-pembebasan-api-neraka
  • ii Tafsirweb. Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia [QS. Al Baqarah ayat 185]. Diakses pada 10 Maret 2025 dari https://tafsirweb.com/691-surat-al-baqarah-ayat-185.html
  • iii Dr. Ahmad Dakhoir, SHI, MHI. Ramadhan Madrasah Ikhlas. 2018. https://kampusitahnews.iain-palangkaraya.ac.id/berita/2018/05/25/ramadhan-madrasah-ikhlas/