Senja Ramadan Hari 20: Al-Qur’an Adalah Cahaya Kehidupan

Di penghujung hari ke-20 Ramadan, suasana senja menjadi momen refleksi bagi umat Islam untuk merenungi hubungan mereka dengan Al-Qur’an. Dalam kesempatan ini, Ustadz Achmad Afandi mengajak kita memahami bagaimana membaca dan mengajarkan Al-Qur’an bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual menuju kedekatan dengan Allah.

Senja Ramadan Hari 20: Al-Qur’an Adalah Cahaya Kehidupan

Ustadz Achmad Affandi menjelaskan bahwa membaca Al-Qur’an dengan tartil dan tajwid bukan sekadar melafalkan ayat dengan benar, tetapi juga meresapi maknanya. Tartil berarti membaca dengan perlahan dan penuh perenungan, sedangkan Tajwid memastikan bahwa setiap huruf dan harakat dilafalkan sesuai aturan. Keduanya membantu pembaca untuk lebih memahami pesan ilahi dan menghidupkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Diriwayatkan daripada Abdullah bin Amrin lbnul Ash ra dari pada Nabi saw bersabda:

وعن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵁ عن النبي ﷺ: قال يقال لصاحب القرآن اقرأ وارق ورتل كما كنت ترتل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤها رواه أبو داود والترمذي والنسائي وقال الترمذي حديث حسن صحيح

Terjemahan: "Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an, bacalah dan naiklah serta bacalah dengan tartil seperti engkau membacanya di dunia karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca."~ (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa'I, Tirmidzi berkata, hadits hasan sahaih)

Hadis ini menggambarkan keutamaan membaca dan mengamalkan Al-Qur'an di dunia, yang akan berlanjut sebagai kemuliaan di akhirat. Dalam hadis ini, disebutkan bahwa seseorang yang akrab dengan Al-Qur'an akan diminta untuk membaca kembali di akhirat, dan derajatnya akan terus meningkat seiring dengan ayat yang dibacanya.  

Maknanya adalah semakin banyak seseorang membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an di dunia, semakin tinggi derajatnya di surga. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an bukan hanya bacaan biasa, tetapi juga pedoman hidup yang jika diamalkan dengan baik, akan menjadi sebab tingginya kedudukan seseorang di sisi Allah SWT.

Membaca Al-Qur’an sebagai Obat Hati

Dalam kehidupan yang penuh tantangan, membaca Al-Qur’an bisa menjadi obat bagi hati yang gelisah dan pikiran yang kalut. Ustadz Achmad Affandi menekankan bahwa setiap ayat yang dibaca dengan khusyuk dapat menghadirkan ketenangan dan menguatkan jiwa.

“Ketika hati terasa berat, bukalah mushaf dan bacalah ayat-ayat-Nya. Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi mereka yang beriman,” tutur beliau, mengutip firman Allah dalam Surah Al-Isra’ ayat 82: 

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.


Berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir: Allah SWT menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, bebas dari segala kebathilan, baik dari depan maupun belakang. 

Sebagai wahyu Ilahi yang penuh hikmah, Al-Qur'an menjadi penawar bagi hati yang dipenuhi keraguan, kemunafikan, kemusyrikan, dan kecenderungan kepada kebathilan. Ia menyembuhkan penyakit batin dan menjadi rahmat yang memperkuat iman, menumbuhkan hikmah, serta mendatangkan kebaikan bagi mereka yang beriman dan mengikuti petunjuknya. 

Namun, bagi orang-orang kafir yang menolaknya, Al-Qur'an justru semakin menjauhkan mereka dari kebenaran, mempertebal kekufuran, dan membawa bencana akibat keingkaran mereka sendiri.  

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Fushshilat ayat 44 dan Surah At-Taubah ayat 124-125, Al-Qur'an hanya menjadi petunjuk bagi mereka yang beriman. 

Qatadah menafsirkan bahwa kaum mukmin yang mendengar Al-Qur'an akan memperoleh manfaat, menghafal, serta memahami maknanya. Sebaliknya, orang-orang zalim tidak mampu mengambil manfaat darinya, karena Allah SWT telah menjadikan Al-Qur'an sebagai rahmat dan penyembuh hanya bagi mereka yang beriman. 

Mengajarkan Al-Qur’an: Warisan Spiritual yang Berharga

Selain membacanya, mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain adalah amalan yang mendatangkan pahala terus-menerus. Rasulullah SAW bersabda, 

وعن الحميدي الجمالي قال سألت سفيان الثوري عن الرجل يغزو أحب إليك أو يقرأ القرآن فقال يقرأ القرآن لأن النبي ﷺ: قال خيركم من تعلم القرآن وعلمه

Diriwayatkan daripada Abdul Humaidi Al-Hamani, katanya: "Aku bertanya kepada Sufyan Ath-Thauri, manakah yang lebih engkau sukai, orang yang berperang atau orang yang membaca Al-Qur'an?" Sufyan menjawab: "Membaca Al-Qur'an. Karena Nabi saw bersabda. 'Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya. "

Hadis ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan membaca, mempelajari, dan mengajarkan Al-Qur'an dalam Islam. Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama besar, lebih mengutamakan membaca dan mengajarkan Al-Qur'an daripada berperang, karena Rasulullah SAW bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an.  

Ini bukan berarti jihad tidak penting, tetapi menunjukkan bahwa ilmu dan pemahaman Al-Qur'an adalah dasar utama dalam menjalani kehidupan sebagai Muslim. Dengan memahami dan mengajarkannya, seseorang bisa membimbing dirinya dan orang lain ke jalan yang benar, yang pada akhirnya juga mendukung perjuangan Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Menurut Ustadz Achmad Affandi, mengajarkan Al-Qur’an adalah salah satu bentuk warisan spiritual yang paling berharga.

“Ketika seseorang mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain, ia tidak hanya berbagi ilmu, tetapi juga menanam benih kebaikan yang pahalanya mengalir bahkan setelah ia tiada,” tambah beliau.

Membaca Al-Qur’an sebagai Ibadah yang Mengangkat Derajat

Ustadz Achmad Affandi juga mengingatkan bahwa membaca Al-Qur’an dengan istiqamah adalah ibadah yang dapat mengangkat derajat seseorang di sisi Allah. Ad-Darimi meriwayatkan dengan isnadnya dari Abdullah bin mas'ud daripada Nabi saw:

وروى الدارمي بإسناده أن عن عبد الله بن مسعود ﵁ عن النبي ﷺ: قال اقرؤوا القرآن فإن الله تعالى لا يعذب قلبا وعى القرآن وإن هذا القرآن مأدبة الله فمن دخل فيه فهو آمن ومن أحب القرآن فليبشر

 "Bacalah Al-Qur'an karena Allah tidak menyiksa hati yang menghayati Al-Qur' an. Dan sesungguhnya Al-Qur' an ini adalah jamuan Allah, maka siapa yang masuk di dalamnya, dia pun aman. Dan siapa mencintai Al-Qur'an, maka berilah kabar gembira."

Hadis ini menekankan keutamaan membaca, memahami, dan mencintai Al-Qur'an. Maknanya adalah bahwa siapa pun yang menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidupnya, menghayati isinya, dan mengamalkannya, akan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT serta terhindar dari siksa.  

Selain itu, Al-Qur'an diibaratkan sebagai jamuan Allah, yang berarti ia adalah sumber keberkahan, petunjuk, dan keselamatan bagi siapa saja yang "memasukinya"—yaitu mempelajari dan mengamalkan ajarannya. Orang yang mencintai Al-Qur'an diberikan kabar gembira, yang bisa berupa ketenangan hati, petunjuk di dunia, dan derajat tinggi di akhirat..

Sebagai penutup, beliau mengingatkan bahwa Ramadan adalah waktu terbaik untuk kembali kepada Al-Qur’an, menjadikannya sebagai pedoman hidup, dan mempererat hubungan dengan Allah. Semoga setiap huruf yang kita baca, pahami, dan ajarkan menjadi cahaya yang menerangi perjalanan hidup kita.

Sumber: Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur'an ( التبيان في آداب حملة القرآن), Imam Nawawi. Diakses pada 22 Maret 2025 dari https://www.alkhoirot.org/2024/11/adab-berinteraksi-dengan-al-quran.html.